BELAWAN | matanewstv.com
PT Multikon diduga telah melakukan penyerobotan tanah warga di Lingkungan 12, Kelurahan Belawan Bahari, Kecamatan Medan Belawan.
Kamis (23/1/2025) siang, sejumlah petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mendapat pengawalan puluhan personel Sat Brimob Polda Sumut dan Polres Pelabuhan Belawan ditolak warga saat mendatangi lokasi tanah yang diklaim perusahaan untuk melakukan pengukuran dan penentuan titik koordinat.
Selain mengklaim lahan warga seluas 56.300 meter persegi, PT Multikon juga mengklaim tanah yang selama ini digunakan oleh sekolah Muhammadiyah.
Akibatnya, petugas dari Sat Brimob dan Polres Pelabuhan Belawan tidak diperkenankan memasuki area sekolah, terutama karena proses belajar-mengajar sedang berlangsung.
Ketegangan sempat terjadi karena pihak BPN yang hadir tidak dapat menunjukkan dokumen kepemilikan yang sah atas tanah yang diklaim PT Multikon.
Akhirnya, pengukuran tanah ditunda, dan petugas memilih untuk membubarkan diri.
H. Samsul Bahri: Korban Dugaan Penyerobotan Tanah
H. Samsul Bahri, salah seorang warga yang mengaku sebagai pemilik tanah seluas 3.022 meter persegi, meminta Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas praktik mafia tanah serta menyeret oknum pejabat yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
“Saya beli tanah ini tahun 2004-2005, ada tiga lokasi yang saya beli. Pada tahun 2013, saya digugat oleh PT Multikon. Mereka mengklaim ini tanah mereka berdasarkan sertifikat nomor 15, yang kemudian berubah menjadi HGB,” ujar H. Samsul Bahri.
Ia menjelaskan, PT Multikon sebelumnya menyatakan bahwa lokasi tanah berada di Jalan Bebas Hambatan, Desa Belawan II. Namun, kini lokasi yang diklaim telah berubah menjadi Jalan Pelabuhan I, Kelurahan Belawan Bahari.
“Saya mempertanyakan dasar perubahan ini. Seharusnya, jika ada perubahan nama jalan atau wilayah akibat pemekaran, minimal ada Perda atau Pergub sebagai landasan hukum,” tambah H. Samsul.
Sekolah Muhammadiyah Tolak Kehadiran Aparat
Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Belawan, H. Saiful Famar, menegaskan bahwa pihaknya hanya menjalankan perintah Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Ia menyatakan, petugas BPN dan aparat kepolisian tidak diperkenankan memasuki area sekolah karena belum ada persetujuan dari Muhammadiyah Pusat.
“Muhammadiyah telah menyampaikan surat balasan kepada Polda Sumut, Kapolda, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri Agraria. Dalam surat itu, sesuai Anggaran Dasar Muhammadiyah Pasal 36, seluruh keuangan dan kekayaan Muhammadiyah, termasuk aset sekolah ini, berada di bawah pengelolaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” jelas H. Saiful.
Ia menambahkan, kedatangan petugas BPN dan aparat keamanan ke sekolah saat proses belajar-mengajar berlangsung menimbulkan keresahan di kalangan siswa dan guru.
Harapan untuk Penyelesaian
H. Samsul Bahri dan pihak Muhammadiyah berharap pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini secara adil dan transparan.
Mereka mendesak agar mafia tanah, termasuk oknum yang terlibat, ditindak tegas demi melindungi hak rakyat.
Situasi ini menjadi ujian serius bagi pemerintah dalam menunjukkan komitmen terhadap pemberantasan mafia tanah.
■Nain