Belawan | matanewstv.com
Pelanggaran zonasi penangkapan ikan di perairan Belawan semakin meresahkan nelayan tradisional.
Merekalah menyoroti maraknya kapal pukat trawl dan pukat teri berkapasitas besar yang beroperasi di wilayah perairan dangkal, yang seharusnya menjadi zona tangkapan nelayan kecil.
Selain mengancam mata pencaharian nelayan lokal, praktik ini juga berpotensi merusak ekosistem laut.
Seorang nelayan tradisional, Saleh, mengungkapkan bahwa setidaknya enam kapal pukat trawl dan beberapa kapal pukat teri terlihat menangkap ikan di sekitar Ringkai Lampu Satu, dekat area pengeboran Pertamina.
“Kami punya bukti video yang menunjukkan kapal-kapal ini melanggar aturan, tapi hingga kini belum ada tindakan nyata dari pihak berwenang,” ujarnya, Sabtu (15/3).
Pelanggaran Regulasi dan Ancaman Pidana
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Medan, Rahman Gafhiqi, SH, menegaskan bahwa aktivitas ilegal ini melanggar sejumlah regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Zonasi Tangkap dan Alat Tangkap Ikan.
Menurut aturan yang berlaku:
➡️ Jaring Hela Ikan Berkantong (JHIB) hanya boleh beroperasi di perairan di atas 12 mil laut dari garis pantai.
➡️ Kapal pukat teri berukuran 30 Gross Ton (GT) ke atas harus menangkap ikan di zona 12 mil ke atas.
➡️ Penggunaan bola lampu berdaya tinggi pada kapal pukat teri harus dibatasi demi menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Namun, di lapangan, kapal-kapal ini tetap beroperasi di luar batas yang ditetapkan, menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, serta menarik ikan dalam jumlah besar secara tidak terkendali.
“Praktik ini tidak hanya merugikan nelayan kecil, tetapi juga mempercepat penurunan stok ikan di perairan dangkal,” tegas Rahman.
Lebih dari sekadar pelanggaran administratif, aktivitas ini juga memiliki konsekuensi hukum yang serius.
Pasal 85 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa siapa pun yang merusak ekosistem laut dan sumber daya ikan dapat dipidana hingga lima tahun penjara atau denda maksimal Rp2 miliar.
Selain itu, Pasal 93 UU Perikanan mengancam pelaku ilegal dengan hukuman penjara hingga enam tahun serta denda maksimal Rp1,2 miliar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki izin usaha perikanan atau menggunakan alat tangkap yang dilarang.
Dampak Serius: Nelayan Terancam, Ekosistem Rusak
Pelanggaran zonasi ini berdampak luas bagi ribuan nelayan tradisional di Belawan yang bergantung pada alat tangkap sederhana.
Mereka kesulitan mendapatkan hasil tangkapan karena ikan-ikan telah dieksploitasi lebih dulu oleh kapal besar.
Dari sisi ekologis, penggunaan pukat trawl yang menyeret dasar laut dapat merusak habitat ikan, sementara bola lampu berdaya tinggi pada pukat teri mengganggu pola migrasi ikan dan keseimbangan ekosistem.
Jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin akan terjadi penurunan drastis populasi ikan, yang akan berdampak besar terhadap industri perikanan nasional.
Tuntutan Tegas: Pengawasan dan Penindakan Hukum
Melihat situasi ini, HNSI Kota Medan bersama nelayan tradisional mendesak aparat terkait, seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla), Satuan Polisi Air dan Udara (Satpol Airud), serta Dinas Kelautan dan Perikanan, untuk segera bertindak.
Adapun tuntutan utama yang mereka ajukan meliputi:
1. Peningkatan Patroli dan Pengawasan di wilayah perairan untuk mencegah pelanggaran oleh kapal ilegal.
2. Penindakan hukum tanpa tebang pilih, termasuk pencabutan izin operasi dan penyitaan alat tangkap ilegal.
3. Pembatasan penggunaan bola lampu berlebih pada pukat teri untuk mengurangi eksploitasi ikan secara masif.
4. Edukasi dan sosialisasi kepada nelayan dan pemilik kapal mengenai dampak buruk alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
Rahman Gafhiqi menegaskan bahwa jika pelanggaran ini tidak segera ditindak, dampaknya akan meluas ke sektor perikanan nasional.
“Jika eksploitasi ini terus dibiarkan, dalam beberapa tahun ke depan kita akan menghadapi krisis perikanan yang lebih besar. Ini bukan hanya masalah nelayan kecil, tetapi juga ketahanan pangan nasional,” tandasnya.
Demi keberlanjutan industri perikanan Indonesia, diperlukan pengawasan yang lebih ketat serta penegakan hukum yang tegas dan adil.
Dengan langkah konkret dari pemerintah dan aparat, kesejahteraan nelayan tradisional bisa lebih terjamin, sementara kelestarian sumber daya ikan tetap terjaga.
🔺Nain