Solok, Sumatera Barat, matanewstv.com -–
Kasus penganiayaan terhadap M. Harris, wartawan Media Patroli 86.com, yang terjadi di Kabupaten Solok pada akhir Juni lalu, kini menjadi sorotan publik. Penyidik Polres Solok telah menahan salah satu pelaku, Indra alias Lenje, pada 23 Oktober 2024.
Namun, dua pelaku lainnya, Jon Klahar dan Abrar alias Ucok, yang diduga terlibat dalam aksi pengeroyokan, masih bebas berkeliaran.
Pada 29 Juni 2024, M. Harris mengalami penganiayaan oleh sekelompok orang. Setelah melaporkan kejadian tersebut ke Polres Solok, hanya Indra yang ditangkap.
Jon Klahar, yang diduga mengancam korban dengan senjata tajam, seharusnya dapat dikenakan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, sementara Abrar alias Ucok, yang diduga sebagai otak penganiayaan, dapat dijerat dengan Pasal 160 KUHP.
Menurut penjelasan penyidik Polres Solok, hanya Indra yang ditahan karena beberapa alasan, antara lain laporan yang diterima diklasifikasikan sebagai kasus penganiayaan dan hasil gelar perkara yang menetapkan Indra sebagai satu-satunya tersangka.
Kebebasan Jon Klahar dan Abrar alias Ucok menimbulkan pertanyaan di masyarakat. Dugaan intervensi dari pihak tertentu untuk melindungi kedua pelaku membuat publik semakin khawatir.
Informasi dari sumber yang tidak ingin disebutkan menyebutkan bahwa seorang tokoh masyarakat berpengaruh mungkin berupaya mempengaruhi penyelidikan.
M. Harris, yang didampingi oleh kuasa hukumnya, Advokat Dian Ekoriza Putra, SH, berharap penyidik dapat meninjau kembali keputusan tersebut.
Mereka meminta agar keadilan ditegakkan dan integritas Kepolisian Negara Republik Indonesia dijaga.
“Kami berharap Polres Solok dapat menangani kasus ini dengan serius, profesional, dan transparan,” ujar Harris.
Di sisi lain, Asep Suherman SH, Ketua Umum Gabungan Wartawan Indonesia Satu (GAWARIS) DPP Jawa Barat, turut angkat bicara. Ia menegaskan bahwa tindakan kekerasan terhadap wartawan merupakan penghinaan terhadap profesi jurnalis.
“Kami mengutuk keras penganiayaan terhadap wartawan dan mendesak agar pelaku diusut hingga tuntas,” tegas Asep Suherman.
Ia juga menyatakan penyesalannya atas perilaku main hakim sendiri dan mengingatkan bahwa jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang dibekali dengan kode etik profesi.
“Kami tidak ingin ada kekerasan terhadap jurnalis. Kami sarankan agar wartawan tidak takut oleh pihak manapun, karena tujuan kami adalah untuk memperbaiki tatanan kehidupan di masyarakat demi tercapainya kenyamanan di seluruh NKRI,” pungkas Asep.
Dengan semakin tingginya perhatian publik terhadap kasus ini, diharapkan keadilan dapat segera ditegakkan dan pelaku penganiayaan dapat diadili sesuai dengan hukum yang berlaku.
(Nain)