Matanewstv.Com | | Medan – Banyaknya temuan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 khususnya pada penggunaan alat bantu Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) masyarakat Indonesia mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan audit cyber forensik digital atas penggunaan alat tersebut.
Desakan masyarakat tersebut dilakukan sehubungan dengan hasil penghitungan perolehan suara pada alat bantu Sirekap yang terjadi secara nasional.
Hal tersebut dikatakan oleh ketua Pergerakan Indonesia Deli Serdang (PI DS ) Ali cn, saat dikonfirmasi awak media, pada Senin (26/2/2024).
Ali cn mengatakan lebih lanjut, jika mengacu pada kutipan amar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 sudah memberikan definisi terkait frasa, yaitu “Bukti permulaan yang cukup” yang mengarah pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Ali cn, pasal 17 KUHAP dengan tegas menyatakan perintah penangkapan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Bukti Permulaan ataupun tertangkap tangan oleh berbagai pihak maka konteks KUHAP dan hukum pidananya sudah terbuka terkait adanya temuan kecurangan pada alat bantu penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) sirekap.
Berdasarkan hal tersebut, Aparat Penegak Hukum (APH) yakni Kepolisian jika punya Political Will harusnya sudah action yaitu menurunkan Tim Lidik Forensik Cyber untuk melakukan lidik kecurangan atas bukti oermulaan yang cukup yang kini sudah tersebar maupun atas laporan dan juga adanya dugaan penyerahan dan penyimpanan data pada Asing.
Ali cn juga menerangkan, jika Polri benteng hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maka dipastikan 2 hari akan terungkap berbagai kejahatan pemilu.
Terlihat kredibilitas pemilu dengan segala keributannya tidak terlepas dari lemahnya elemen APH yakni TNI-Polri.
“Teritorial, Disintegrasi, hapus dan lenyapnya NKRI serta terjajah atau tidaknya rakyat, kini terlihat jelas ada di kredibilitas POLRI dan TNI sebagai benteng hukum NKRI, jika rapuh maka bisa hancur NKRI atau setidaknya babak belur rakyat”, (Ujar Ali cn)
Oleh karena itu wajar jika masyarakat meminta KPU RI membuka hasil audit forensik tersebut kepada masyarakat atau publik sebagai bentuk pertanggungjawabannya dalam penyelenggaraan pemilu 2024.
Sebelumnya, pada Minggu (18/02/2014), KPU RI memerintahkan kepada seluruh KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk menunda rekapitulasi perolehan suara dan penetapan hasil Pemilu 2024 di tingkat pleno Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Kemudian, dijadwalkan ulang.
Masyarakat menilai Sirekap sebagai alat bantu dalam tahapan pemungutan dan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) serta proses rekapitulasi hasil perolehan penghitungan suara di tingkat PPK adalah dua hal yang berbeda.
Sehingga penundaan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat PPK menjadi tidak relevan.
“KPU tidak perlu melakukan penundaan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat PPK karena tidak terdapat situasi kegentingan yang memaksa/tidak terdapat kondisi darurat”, (katanya menirukan pernyataan tersebut).
Masyarakat menyampaikan permasalahan sirekap sebagai alat bantu harus segera ditindaklanjuti dengan mengembalikan proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara manual berdasarkan sertifikat hasil penghitungan suara C1.
HasilHal ini sesuai ketentuan Pasal 393 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Rekapitulasi penghitungan suara dilakukan dengan membuka kotak suara tersegel untuk mengambil sampul yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara, kemudian kotak suara ditutup dan disegel kembali, sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 393 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,” (tegas Ali Nurdin cn lagi mengutip surat pernyataan dari PDI perjuangan).
Selain itu, masyarakat juga menolak sikap/keputusan KPU yang meniadakan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat pleno PPK.
Masyarakat menilai ihwal tersebut dapat membuka celah kecurangan dalam tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, serta melanggar asas kepastian hukum, efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas penyelenggaraan Pemilu 2024.
Misniar**