Matanewstv.Com | | Medan – Pakar Hukum Tatanegara Dr. Ali Yusran Gea, SH, MKn, MH menilai saat ini hanyalah kekuatan suara rakyatlah yang bisa melawan kezholiman rezim yang kita sedang berkuasa di Indonesia.
Oleh karena itu selama ini dikenal istilah suara rakyat adalah suara Tuhan. Gerakan reformasi tahun 1998 dulu adalah suara rakyat, Begitu kokohnya rezim Orde Baru Suharto ahkirnya runtuh juga.
“Jadi hanya dengan cara itu kita bisa meruntuhkan rezim yang berkuasa saat ini,” (kata Ali Yusran Gea kepada wartawan, Kamis (29/02/2024) di Pondok Konstitusi Dr. Gea, Jalan Bakti Selatan Medan).
Menurut Gea, untuk menggugat Pemilu yang terindikasi curang sudah tidak mungkin lagi melalui mekanisme konstitusi maupun mekenisme politik, karena melalui Mahkamah Konsitusi dan DPR RI akan kandas ditengah jalan, sebab dua lembaga itu sudah dikuasai rezim.
Kita mungkin masih bisa berharap pada anggota DPR RI hasil Pemilu Legislatif tahun 2024 ini, tapi kan untuk menggelar Hak Angket waktunya terbatas, jadi tidak mungkin DPR RI hasil Pemilu Tahu 2024 ini.
Sementara DPR RI yang sekarang tidak bisa kita harapkan. “Tapi itupun tergantung pada konsistensi partai-partai politik apakah mereka memiliki komitmen kebangsaan untuk memperbaiki kondisi bangsa yang sudah amburadul ini.”
“Saat ini kita menguji komitmen kebangsaan mereka. Apakah ingin merubah kondisi kebangsaan yang sudah amburadul ini,” tanya Gea yang adalah Anggota Dewan Pembina DPW Ikatan Media Online (IMO-Indonesia) Sumatera Utara ini.
Lebih lanjut Gea, mengatakan jika partai-partai politik itu mempunyai komitmen kebangsaan, seharusnya Hak Angket itu sudah digulirkan ketika Mahkamah Konsitusi memutuskan pasal batas usia calon presiden dan Wakil Presiden yang akan ikut Pilpres 2024 ini.
Tapi itu tidak dilakukan mereka, dan mereka semua diam, tidak berani bicara, tidak ada yang meributkan.
“Dalam Undang-undang Kehakiman jelas tercantum seorang hakim (Apalagi Hakim Mahkamah Konstitusi) tidak bisa mengadili perkara yang berhubungan dengan anggota keluarganya.”
Maka keputusannya adalah cacat hukum. Cacat hukum itu artinya bertentangan dengan hukum.
“Memang ada DKPP, tapi DKPP itu hanya mengadili etiknya dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Tapi jika pakar hukum dan anggota legislatif kita bicara atau rebut tentu situasinya akan berbeda karena secara implisit Keputusan Mahkamah Konstitusi itu adalah juga cacat hukum. Tapi mereka semua diam,” (kata Gea lagi).
Lebih lanjut Gea mengatakan, idealnya memang sengketa Pemilu memang dibawa ke Mahkamah Konstitusi karena MK adalah benteng konstitusi, tapi kan tidak begitu kenyataanya. MK sendiri sudah menjebol benteng itu lalu apalagi yang bisa kita harapkan dari Mahkamah Konstitusi.
Misniar**